MAKALAH
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL DALAM
PENGANTAR ILMU HUKUM INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA :
NPM
:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam kita
berhubungan dengan negara lain selalu ada permasalahan dan juga kendala yang
harus segera diselesaikan. Untuk itu berbagai bangsa di dunia sepakat untuk
membuat hukum yang dapat mengayomi semua negara yang saling berhubungan. Hukum
tersebut lazim disebut hukum internasional. Dari definisi hukum internasional
yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius
atau Akehurst, pembahasan dan juga penekanan dari hukum internasional masih
sangat terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak
memasukkan subjek-subjek hukum lainnya. Namun seiring dengan perkembangan jaman
aspek-aspek dan pihak-pihak lain yang berhubungan dalam dunia internasional
juga dimasukkan dalam subjek hukum internasional modern.
Dalam
penyebutan atau penamaannnya kita mengenal berbagai pengertian dan juga istilah
untuk hukum internasional ini karena pendekatannya berbeda satu dengan yang
lain.. Namun yang kita sering gunakan adalah hukum internasional karena mampu
menjelaskan dan juga menyiratkan arti tentang apa yang dikandung di dalam
istilah hukum internasional tersebut.
Sebagai hukum
yang bersifat fusi atau gabungan yang mengayomi berbagai negara dengan latar
belakang berbeda hukum internasional memiliki berbagai sumber yang
mendasarinya. Namun samapi saat ini masih banyak orang yang belum memahami dan
jugfa menyadari hakekat dan juga jenis-jenis dari sumber hukum internasional
itu sendiri. Oleh karena itu kami merasa perlu menyusun makalah ini guna
memberikan tambahan dan juga sekedar melengkapi pengetahuan kami tentang
sumber-sumber hukum internasional.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
dapat kita tarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa
hakekat dari sumber Hukum Internasional?
1.2.2 Apa
sumber hukum internasional?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari
penulisan karya tulis ini anatara lain adalah:
1.3.1
Untuk memberi gambaran umum tentang hakekat sumber Hukum Internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Hukum
Internasional
Jika kita berbicara
masalah hukum internasional kita akan dihadapakan pada dua sisi yaitu hukum
internasional public dan hukum perdata internasional. Namun guna membatasi
pembahasan dan pemaparan kami, maka kami fokuskan karya tulis ini pada hukum
internasional publik. Seperti yang kita ketahui Hukum internasional publik
adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan hukum
perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing
tunduk pada hukum perdata yang berbeda.
Awalnya, beberapa
sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional,
antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli
ac Pacis(Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan
internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua
negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri
di dalamnya”. Sedangkan menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem
hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Namun definisi hukum
internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu,
termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya
pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya. Salah satu
definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum
internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :“ hukum
internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar
terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan
antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :
a)
Organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu
dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan
fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau
negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu
atau individu-individu ;
b)
Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu
dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang
hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut
bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”.
Sejalan dengan
definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum
internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara
negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau
subyek hukum bukan negara satu sama lain’’.
Berdasarkan pada
definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum
tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya
terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau
pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta
prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai
subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek
hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di
kalangan para sarjana sebelumnya.
2.2 Sumber Hukum
Internasional
Sumber-sumber hukum
internasional dapat kita bagi atau kelompokkan berdasarkan 2 buah metode dan
cara pandang kita. Metode tersebut adalah:
2.1.1 Legalitas
Sumber hukum dibedakan
menjadi dua yaitu sumber hukum formail dan sumber hukum materiil.
1.
Sumber hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuknya hukum.
2.
Sumber hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan
aktual yang digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum
yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
2.1.2 Penggolongan
Sumber hukum internasional dapat
dibedakan berdasarkan penggolongannya menjadi dua yaitu:
a Penggolongan menurut
Pendapat Para sarjana Hukum Internasional
Para sarjana Hukum Internasional
menggolongkan sumber hukum internasional yaitu, meliputi:
·
Kebiasaan
·
Traktat
·
Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
·
Karya-karya Hukum
·
Keputusan atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional
b Penggolongan menurut
Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
Sumber Hukum
Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
adalah terdiri dari :
·
Perjanjian Internasional (International Conventions)
·
Kebiasaan International (International Custom)
·
Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui
oleh negara-negara beradab.
·
Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat
para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most highly
qualified publicists).
Jelas bahwa
penggolongan sumber hukum internasional menurut pendapat para sarjana dan
menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta Mahkamah Internasional terdapat perbedaan
yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini:
a Pembagian menurut
para sarjana telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase internasional
sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut
Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase
internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda
perjanjian.
b Penggolongan sumber
hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip
hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip
hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional
untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak
dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal
ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menaytakan bahwa: This
propivisons shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex
aequo et bono, if the parties agree thereto. “Asas ex aequo et bono” ini
berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa
keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat
disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah
Internasional.
c Keputusan atau
Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat
dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.
2.1.3 Berdasarkan sifat daya ikatnya:
Sumber hukum
Internasional jika dibedakan berdasarkan sifat daya ikatnya maka dapat
dibedakan menjadi sumber hukum primer dan sumber hukum subsider. Sumber hukum
primer adalah sumber hukum yang sifatnya paling utama artinya sumber hukum ini
dapat berdiri sendiri-sendiri meskipun tanpa keberadaan sumber hukum yang lain.
Sedangkan sumber hukum subsider merupakan sumber hukum tambahan yang baru
mempunyai daya ikat bagi hakaim dalam memutuskan perkara apabila didukung oleh
sumber hukum primer. Hal ini berarti bahwa sumber hukum subsider tidak dapat
berdiri sendiri sebagaimana sumber hukum primer.
a Sumber Hukum Primer
hukum Internsional Sumber hukum Primer dari hukum
internasional meliputi:
(1) Perjanjian
Internasional (International Conventions)
(2)
Kebiasaan International (International Custom)
(3)
Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui
oleh negara-negara beradab.
Oleh karena sumber
hukum internasional nomor 1,2,3 merupakan sumber hukum primer maka Mahkamah
Internasional dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan
berdasarkan sumber hukum nomor 1 saja, 2 saja, atau 3 saja. Namun perlu
diketahui bahwa pemberian nomor 1, 2, 3 tidak menunjukan herarki dari sumber
hukum tersebut. Artinya bahwa ketiga sumber hukum tersebut mempunyai kedudukan
yang sama tingginya atau yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah
kedudukannya dari sumber hukum yang lain.
b Sumber Hukum
Subsider Bahwa yang termasuk sumber hukum tambahan dalam hukum internasional
adalah:
(4)
Keputusan Pengadilan.
(5)
Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.
Oleh karena sumber
hukum internasional nomor 4 dan 5 merupakan sumber hukum subsider maka Mahkamah
Internasional tidak dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya
dengan hanya berdasarkan sumber hukum nomor 4 saja, 5 saja, atau 4 dan 5 saja.
Hal ini berarti bahwa kedua sumber hukum tersebut hanya bersifat menambah
sumber hukum primer sehingga tidak dapat berdiri sendiri.
Berdasarkan
klasifikasi sumber hukum internasional diatas maka dapat kita ketahui bahwa
suber hukum internasional antara lain adalah:
(1) Perjanjian Internasional (International
Conventions)
Perjanjian internasional adalah
persetujuan antara dua atau lebih negara dalam bentuk tertulis, diatur sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Secara umum dikelompok menjadi dua:
·
Perjanjian Multilateral yaitu sebuah persetujuan yang disepakati oleh lebih
dari dua negara. Ketika perjanjian ini merupakan cerminan dari pendapat
masyarakat internasional pada umumnya, maka perjanjian tersebut bisa menjadi
apa yang disebut dengan “Law-Making Treaty”. Traktat yang membuat Hukum.
Perjanjian ini menciptakan norma umum hukum yang akan dipakai oleh masyarakat
internasional sebagai prinsip utama di masa mendatang guna menyelesaikan suatu
perkara di antara mereka.
·
Perjanjian Bilateral adalah Kontrak Internasional antara dua negara. Tujuan
perjanjian ini adalah menetapkan kewajiban-kewajiban hukum tertentu dan segala
akibatnya jika melakukan atau tidak melakukan kewajiban tersebut terhadap pihak
yang menandatangani kontrak tersebut
Konvensi Wina tahun
1969 tentang Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of
Treaties 1969) telah mengatur hal-hal yang menyangkut proses negosiasi
atau penundukkan (accession),validitas, perubahan (amendment), penggantian (modification), pengecualian (reservation), penundaan(suspension) atau
pemberhentian (termination) dari sebuah perjanjian
internasional.
Pernyataan Sepihak (Unilateral
Statement) atau Deklarasi yang memuat hak dan kewajiban suatu negara
dalam hubungannya dengan peristiwa tertentu dapat pula dianggap sebagai sebuah
perjanjian sepihak yang menjadi suatu sumber hukum terbatas bagi negara yang
mengeluarkan pernyataan tersebut. Lihat Nuclear Test Case (1974) ICJ
Reports, hal 253 paragraf 43
Perjanjian
Internasional dapat pula berfungsi sebagai bukti adanya kebiasaan internasional
ketika:
·
Ada beberapa perjanjian bilateral terhadap kasus yang serupa yang memakai
prinsip-prinsip yang sama atau ketentuan-ketentuan yang serupa sehingga bisa
menimbulkan akibat hukum yang sama. Lihat Lotus Case (1927) PCIJ
reports, Series A, No. 1
·
Sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh beberapa negara bisa menjadi
sebuah kebiasaan jika aturan yang disepakati merupakan generalisasi dari praktek
negara-negara dan persyaratan bahwa hal tersebut dianggap sebagai sebuah hukum
dapat dipenuhi. Lihat North Sea Continental Shelf Cases (1969) ICJ
Report, hal 3
Sebuah perjanjian yang
ditandatangani beberapa negara yang merupakan hasil kodifikasi dari beberapa
prinsip dalam kebiasaan internasional dan secara konsekuen telah mengikat
pihak-pihak yang tidak terlibat dalam perjanjian tersebut. Lihat preamble
Geneva Convention on the High Seas 1958 dan treaty on Principles
Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space
1967.
(2)
Kebiasaan International (International Custom)
Ada dua elemen yang
harus ada dalam kebiasaan internasional untuk bisa dipakai sebagai sumber hukum
internasional:
·
Praktek Negara-negara: Unsur-unsur yang dilihat dalam praktek negara adalah
seberapa lama hal itu sudah dilakukan secara terus menerus (duration);
keseragaman atau kesamaan dari praktek tersebut dalam berbegai kesempatan dan
berbagai pihak yang terlibat (uniformity) serta kadar kebiasaan yang
dimunculkan oleh tindakan tersebut (generality). Lihat Fisheries
Jurisdiction (Merits) Case (1974) ICJ Reports, hal 3 dan North Sea Continental
Shelf Cases (1969) ICJ Report, hal 6
·
Opinio Juris sive Necessitatis. Ini adalah pengakuan subyektif dari
negara-negara yang melakukan kebiasaan internasional tertentu dan kehendak
untuk mematuhi kebiasaan internasional tersebut sebagai sebuah hukum yang
memberikan hak dan kewajiban bagi negara-negara tersebut.
Bukti keberadaan sebuah
kebiasaan internasional ialah: Korespondensi Diplomatik, pernyataan kebijakan,
siaran pers, pendapat dari pejabat yang berwenang tentang hukum, keputusan
eksekutif dan prakteknya, komentar resmi dari pemerintah tentang rancangan yang
dibuat oleh ILC, Undang-undang nasional, keputusan pengadilan nasional, kutipan
dalam sebuah perjanjian internasional, paktek lembaga-lembaga internasional,
dan resolusi yang dikeluarkan Sidang Umum PBB.
Suatu negara bisa
secara terus menerus melakukan penolakan terhadap sebuah kebiasaan
internasional (persistent objector). Bukti penolakan tersebut harus jelas.
Lihat Anglo Norwegian Fisheries Case (1951) ICJ Reports, hal 116. Namun
demikian, suatu negara yang diam saja ketika proses pembentukan kebiasaan
internasional berlangsung tidak dapat menghindar dari pemberlakuan kebiasaan
tersebut terhadapnya.
Suatu kebiasaan
internasional bisa saja “exist” di wilayah tertentu saja, misal antar dua
negara atau regional saja. Lihat Asylum Case (1950) ICJ Reports, hal.
266 dan The Rights of Passage over Indian Territory Case (1960) ICJ Reports,hal
6
(3)
Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui
oleh negara-negara beradab.
Sumber hukum ini
digunakan ketika perjanjian internasional dan kebiasaan yang ditemukan tidak
kuat dipakai sebagai dasar untuk memutuskan suatu perkara. Hal ini penting
dilakukan agar pengadilan tidak berhenti begitu saja karena tidak ada aturan
yang mengatur (non liquet). Namun sampai saat ini belum terlalu jelas apakah
yang dimaksud sebagai prinsip hukum hanya yang telah diakui oleh msayarakat
internasional ataukah prinsip hukum nasional tertentu saja sudah cukup.
Prinsip hukum umum
seringkali berguna dan berfungsi sebagai keterangan untuk menginterpretasikan
sebuah kebiasaan atau perjanjian internasional. Hal ini terutama ditemukan
dalam naskah persiapan suatu perjanjian internasional.
Prinsip-prinsip yang
pernah digunakan oleh Mahkamah Internasional antara lain adalah Good
Faith, Estoppel, Res Judicata, Circumstantial Evidence, Equity, Pacta Sunt
Servanda dan Effectivites. Lihat Diversion of Water from the Meuse Case (1937)
PCIJ Reports, Series A/B, no 70; Temple of Preah Vihear Case (Merits) (1962)
ICJ Reports, hal 6 dan the Corfu Channel Case (Merits) (1949) ICJ Reports hal 4
(4)
Keputusan Pengadilan.
Pasal 59 Statuta
Mahkamah Internasional menegaskan bahwa “the decision of the Court
shall have no binding effect except between the parties and in respect of that
particular case”. Konsekuensinya:
Mahkamah tidak
mengakui prinsip Preseden dan keputusan sebelumnya tidak mengikat secara
teknis. Tujuannya adalah bahwa mencegah sebuah prinsip yang sudah dipakai
Mahkamah dalam putusannya digunakan untuk negara lain atas kasus yang berbeda.
Lihat Certain German Interest in Polish Upper Silesia Case (1926) PCIJ
Reports, Series A, no 7. Keputusan Mahkamah bukan merupakan sumber
formal dari sumber hukum internasional. Keputusan Peradilan hanya memiliki
nilai persuasif. Sementara keputusan peradilan nasional berfungsi sebagai acuan
tidak langsung adanya opinio juris terhadap suatu praktek negara tertentu.
Hal yang sama juga
berlaku untuk ajaran para ahli hukum internasional. Selain dilihat sebagai
sebuah doktrin yang melengkapi interpretasi sebuah perjanjian, kebiasaan maupun
prinsip umum hukum, sekaligus juga merupakan buki tidak langsung dari praktek
dan opinio juris dari suatu negara.
(5)
Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.
Dalam hukum
internasional kontemporer, ajaran para ahli berfungsi terbatas hanya dalam
analisa fakt-fakta, pembentukan pendapat-pendapat dan kesimpulan-kesimpulan
yang mengarah kepada terjadinya trend atau kecenderungan dalam hukum
internasional. Tentu saja pendapat dan ajaran-ajaran tersebut bersifat pribadi
dan subyektif, namun dengan semakin banyaknya ajaran yang menyetujui akan suatu
prinsip tertentu maka bisa dikatakan akan membentuk suatu kebiasaan baru.
Pendapat dari para
pejabat di bagian hukum masing-masing negara, tidak bisa dianggap sebagai
ajaran para ahli hukum internasional namun justru bisa dilihat sebagai bagian
dari praktek negara-negara.
Adapun simpulan yang
dapat kami ambil dari penyusunan dari makalah ini yaitu :
1.
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah
hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional
terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata
internasional.
2.
Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formail dan sumber
hukum materiil. Sumber hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari
bentuknya, sedang sumber hukum materiil adalah segala sesuatu yang menentukan
isi dari hukum. Menurut Starke, sumber hukum materiil hukum internasional
diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum
intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau
situasi tertentu.
Berdasarkan
klasifikasi sumber hukum internasional dibagi menjadi berdasarkan pendapat para
ahli dan statute mahkamah internasional sedangkan berdasarkan daya ikat dibagi
menjadi primer dan subsider.
1.
3. Sumber hukum
internasional tersebut anatara lain adalah Perjanjian Internasional(International
Conventions) , Kebiasaan International (International
Custom) , Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang
diakui oleh negara-negara beradab. , Keputusan Pengadilan (judicial
decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya(Theachings
of the most highly qualified publicists).
DAFTAR PUSTAKA
1)
www. pkndisma.blogspot.com/2013/01/sumber-hukum-internasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar